Rabu, 28 April 2010

Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan Anak

Dalam penelitian para praktisi yang menaruh perhatian pada masalah perkembangan otak dari sudut spiritual dan holistik, ada indikasi bahwa otak dan pikiran seorang manusia mengalami evolusi seperti halnya semua mahkluk di dunia ini. Ini berarti suatu percepatan yang dikonversikan dalam masa – masa manusia mulai tumbuh sejak masih dalam bentuk janin di dalam rahim sampai lahir, tumbuh dewasa, dan kemudian mati.

Masa – masa di dalam rahim dapat dikonversikan dengan masa pra sejarah dan purba, dimana mahkluk di muka bumi hanyalah dinosaurus yang memiliki kemampuan mental rendah. Saat itu, janin memiliki kemampuan yang sangat terbatas. Hanya insting untuk mencari makan dan reproduksi secara sederhana. Dalam perkembangannya, janin semakin pandai dan dapat merespon beberapa hal yang ditangkap oleh “rasa“nya.

Berbeda dengan beberapa binatang yang langsung mampu berjalan dan mencari makan begitu lahir, misalnya seekor anak ayam yang baru menetas dan langsung berjalan sambil mematuk-matuk mencari makanan, seorang anak manusia sama sekali tidak mampu berbuat apa pun selain menangis dan bergerak–gerak di tempatnya tergolek. Dia sepenuhnya mengandalkan orang lain untuk dapat meneruskan kiprah hidupnya. Bayi sangat tergantung pada ibunya dalam hal makan, minum, ataupun berpindah tempat. Sedikit demi sedikit kemampuan si bayi berkembang. Mulai dari belajar tengkurap, miring, merangkak, dan kemudian berjalan dengan kedua belah kakinya.

Reflek keseimbangan yang berada di otak manusia juga tidak begitu saja ada sejak lahir, melainkan berkembang perlahan, mulai dari yang paling sederhana. Begitu pula kemampuan verbal dan visualisasi, kemampuan yang tidak dimiliki ketika baru lahir berkembang perlahan. Akhirnya, manusia memiliki kemampuan berpikir yang paling lengkap dan sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Dilengkapi dengan naluri dan emosi. Dianugerahi daya pikir yang berkarakter rasional, intutitif dan sekaligus imajinatif. Diberi kemampuan verbal dan konkret, sintetis dan analitis.

Namun, semua kelengkapan itu tidak akan berkembang dengan latihan–latihan yang hanya mengembangkan kekuatan dan koordinasi. Manusia membutuhkan latihan–latihan yang lebih halus dan untuk mengaktifkan seluruh kapasitasnya. Latihan jasmani dalam kegiatan ekstrakurikuler di pendidikan formal tidak cukup untuk mengajarkan berbagai kepandaian yang bersifat metaforis dan langsung berhubungan dengan saraf dan kelenjar penting dalam tubuh. Misalnya, tidak ada latihan yang mampu merangsang kelenjar pineal di dalam otak.

Pada Zaman dahulu, orang–orang tertentu sudah menemukan adanya hubungan erat antara latihan relaksasi dan bangkitnya kesadaran supra seseorang. Diantaranya adalah latihan–latihan dalam konsep Yoga Asana. Dalam konsep ini, diterapkan suatu latihan fisik, tetapi langsung berpengaruh pada pikiran dan jiwa/roh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kirim kritik dan saran :